Rabu, 10 Agustus 2016

Kapan menikah??

Pasti semua orang pernah mendapat pertanyaan "kapan menikah?"
atau ketika datang ke undangan perkawinan dan bertemu dengan teman lama, embel-embel obrolan akan menjadi "kamu kapan nyusul??"

Untuk mereka yang sudah siap mungkin akan menjawab, "yah.. mudah-mudahan secepatnya" (dijawab dengan senyuman misterius :) ),  atau bahkan memang jika sudah merencanakan mereka akan menjawab sesuai dengan rencana mereka , seperti "tahun ini", atau "bulan september tahun depan" dan lain sebagainya.. lalu, bagaimana dengan mereka yang belum punya rencana?

Saya mungkin satu dari sekian orang banyak yang "membenci" pertanyaan semacam ini..
benci yang saya maksud adalah benar-benar benci! bukan karena saya tidak mau menikah (tentu saya mau sekali! bukan hanya mau, tapi butuh!! haha) tapi karena saya sendiri merasa belum pantas untuk menikah. Lohh???

Jika di tanya apa karena belum punya pasangan? saya akan menjawab saya sudah punya calonnya. Apa karena umur masih muda? i don't think so.. saya sudah punya KTP sejak 6 tahun yang lalu, yang seharusnya sudah "melegalkan" usia saya. Karena belum mendapatkan pekerjaan? Mungkin memang saya belum bekerja karena saya melanjutkan kuliah dan saya pikir itu bukan halangan bukan? Lalu apa??

Saya membenci pertanyaan seperti ini karena saya tidak punya jawabannya.,
Mungkin kalau orang lain akan mengelak dengan bercanda menjawab "kapan-kapan" atau "rencananya besok pagi kalau tidak hujan, dan lain sebagainya.
Tapi saya sering bingung untuk menjawab pertanyaan ini karena setiap orang bertanya, saya akan benar-benar memikirkan "kapan" sebenarnya saya akan menikah.. make sense?? hahaha

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akhirnya mendorong saya untuk benar-benar memikirkan masa depan.. Seperti kapan tepatnya saya akan menikah atau seperti apa kehidupan saya setelah menikah nanti..

Saya mengenal berbagai macam latar belakang  dalam kehidupan saya, mulai dari pernikahan usia muda, sampai (maaf) perpisahan.. Bukan urusan saya sebenarnya, tapi mau tidak mau karena hal tersebut terjadi di sekitar saya, saya harus mengamati..
dari berbagai kehidupan tersebut saya banyak belajar tentang bagaimana "seharusnya" membangun sebuah keluarga..

Untuk saya,menikah tidak semudah kelihatannya..
Bahkan jika saya sudah punya semua yang saya butuhkan untuk menikah, misalnya pasangan, materi dan lain sebagainya, saya tidak akan langsung mengatakan "Ya, saya bersedia!"
Menikah bukan hanya tentang menyatukan dua pribadi..
Menikah artinya ber-pribadi yang baru..
Saya memang belum pernah menikah, tetapi gagasan untuk berubah menjadi pribadi "baru" sedikit menakuti saya..

Singkatnya begini, ketika menjalani kehidupan kita sendiri, kita hanya perlu menyerah dan memahami diri kita sendiri.. artinya kita mengenal diri kita sendiri dan belajar mengatasi yang terjadi dalam diri kita sendiri..
Ketika memutuskan menikah, untuk saya, saya harus - setidaknya - mengenal diri saya dengan lebih baik..
Menikah artinya kita memulai untuk mengenal pribadi yang lain, bukan hanya mengenal, kita harus memahami dan menghormati pribadi tersebut.. kita tidak hanya "menangani" pribadi orang lain, tetapi harus kalah (in a good way) terhadap pribadi tersebut.. Sedangkan pribadi kita sendiri saja belum tentu kita kalahkan..

Saya - sayangnya - belum bisa mengalahkan diri sendiri, setidaknya untuk saat ini..
Akan butuh waktu yang lama, bahkan seumur hidup untuk melakukannya..
Hanya saja, saat ini saya belum siap untuk "membagi pribadi" saya dengan orang lain..
Saya sangat menikmati "pribadi" saya saat ini, dan masih sangat ingin mengenalnya dengan baik..

Membangun sebuah keluarga, sama halnya dengan berlayar di lautan yang luas..
Ada arus dan arah angin yang membuat terombang-ambing, jika nahkoda-nya tidak cukup pintar untuk mengendalikan, kapalnya akan karam..
Perlu pemikiran yang benar-benar matang untuk memutuskan menikah..
Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.. bukan saja emosi sesaat..
Yang sebenarnya harus benar-benar dipikirkan adalah bagaimana kehidupan saya setelah menikah..
mampukah saya? siap kah saya?

Jika di tanya kapan siapnya, orang pasti tidak akan ada yang siap..
Tapi setidaknya, jika bukan untuk saya, saya harus mepersiapkan diri untuk suami saya..
mempersiapkan untuk anak-anak saya kelak.. karena bagaimanapun contoh anak-anak adalah orang tuanya.. Kalau orang tuanya saja tidak paham benar apa yang harus dilakukan, bagaimana anak-anaknya nanti??

Pemikiran ini adalah teori, begitu pula keputusan masing-masing orang..
Bisa dikatakan saya berfikir terlalu muluk atau terlalu jauh.. Tapi buat saya, membangun sebuah keluarga adalah membangun generasi.. Jika generasi dibangun dengan cara yang tidak dipertimbangkan dengan baik-baik, bisa rubuh nanti.. hehehehe

Mungkin alasan sebenarnya saya belum ingin menikah adalah karena saya takut untuk menghadapi realita.. Takut untuk terjebak dalam "rutinitas" yang disebut keluarga ini..
Atau mungkin alasan sebenarnya adalah karena memang belum ada yang melamar saya?? #kodekerass!! haha  :p

Senin, 30 Mei 2016

All about Random.. Love..

Kita tak pernah kalah karena mencintai seseorang..
Kita selalu kalah karena tak berterus terang.. -Barbara DeAngelis-


Tidak semua orang mudah untuk bilang "saya suka kamu" atau "saya cinta kamu"
Untuk beberapa orang, kata-kata ini mudah untuk diucapkan..
Tapi untuk beberapa lainnya, untuk bilang "Hai" saja sangat susah..

Dulu sewaktu SMA, saya punya seorang teman cowok yang "sangat sedang jatuh cinta" pada sahabat saya..
Sebut saja cowok itu Edi dan sahabat saya Dian..

Tidak ada yang tahu bahwa Edi sudah memendam perasaan sejak kira-kira 2 tahun..

Edi tidak pernah sedikitpun berbincang dengan Dian.. malah kesannya Edi tidak mengenal Dian..
Entah bagaimana, akhirnya rahasia "perasaan" Edi kepada Dian terbongkar dan seluruh kelas mengetahuinya..

Sejak "masalah" ini terbongkar, Edi semakin menjaga jarak dengan Dian, seolah-olah dia dan Dian berada pada dimensi dunia yang berbeda (oke, agak lebay.. hehe)
Hal itu menjadi rahasia umum sampai kami lulus dari SMA, dan sampai sekarang, kurang lebih 4 tahun.. saya tidak pernah tahu kabar dari si Edi ini.. hehe...


Dulu saya sempat berfikir bahwa Edi adalah cowok yang sangat pengecut..
"Cowok macam apa itu? masak nyapa saja tidak berani? Ih.. pengecut banget.. bukan cowok kayak gitu itu.." dan bla..bla..bla.. begitu pikir saya..waktu itu..

Tapi kemudian, setelah melihat kenyataan selama 4 tahun ini (ceeeileeeh.. tuaa tuaaa *abaikan), pola berfikir saya terhadap si Edi ini sedikit berubah..

Saya tidak memandang Edi sebagai orang yang pengecut lagi.. saya jadi memandang dia sebagai orang yang tulus.. kenapa?
Dilogikakan saja begini.. Bunga mawar itu indah, tetapi berduri.. jika kita memetiknya, maka mungkin kita akan berdarah, kita akan kesal dan  menganggap bunga mawar in tidak indah lagi.. karena ia bisa menyakiti.. Tetapi lain halnya kalau kita membiarkan dia bertumbuh..mawar itu tidak akan menyakiti.. ia akan bertumbuh sempurna.. bahkan menjadi sangat indah..

Begitu pula degan Edi, ia tidak ingin "mawar indahnya" ini melukai..
Ia ingin menjaga mawar ini agar tetap tumbuh..
Ia ingin membiarkan mawar ini tetap seperti adanya.. ia menjadikan mawar ini tidak tersentuh..
Karena jika ia terluka oleh duri.. ia takut tidak akan mencintai mawar itu lagi..
ia hanya ingin mawar ini bertumbuh dengan indah, walaupun mungkin dia ingin sekali memetik setangkai  mawar itu.. Lagi pula, mawar tanpa duri tidak akan lengkap bukan??

Seorang teman pria saya juga pernah bercerita bahwa ada seorang perempuan yang menyatakan perasaan padanya..
Mungkin orang lain akan berfikir "dia wanita.. kok maju duluan? nggak tau malu.."
Wait!!! sedikit sedih sebenarnya ketika mendengar ungkapan seperti ini..
Memangnya seorang wanita tidak boleh jatuh cinta duluan?
Apakah seorang wanita akan terlihat tidak punya malu untuk mengatakan "I Love you" duluan?

Ketika saya bertanya pada teman saya "apa jawabanmu?'
Hening sejenak, kemudian dia mulai berbicara.."saya sangat menghargai perasaannya.. dan saya sangat berterimakasih.. tetapi bukan berarti saya harus menerima cintanya bukan? atau haruskah saya? sementara hati saya tidak ada padanya?" jawabnya

"Saya tidak akan memaksa dia untuk membenci saya.. tapi saya hanya tidak ingin dia terluka mencintai saya..saya bilang padanya bahwa saya sangat berterimakasih atas perasaannya dan saya sangat menghargainya.. tetapi saya tidak bisa menjadi kekasih atau apapun yang dia inginkan dari saya. Saya bilang padanya untuk tidak menunggu saya, dan mencari orang lain saja.. Klise memang, tetapi setidaknya saya telah memberikan dia kepastian.."

Saya terdiam sejenak dan berfikir..
Mungkin benar seorang perempuan terkadang "sedikit" melebih-lebih kan sebuah keadaan..
Kadang keperdulian seorang pria di anggap sebagai perhatian lebih.. padahal sebenarnya faktanya mungkin tidak sperti itu.. Pada dasarnya perempuan ingin dicintai, dihargai dan diakui keberadaannya..
Mungkin ini sebabnya banyak perempuan menyalah arti kan keperdulian dari seorang pria, dan menganggap ada perasaan tersembunyi dalam setiap tindakannya..

Mencintai itu tidak salah.. Tidak pernah..
Hanya saja, cinta terkadang jatuh di waktu dan hati yang tidak tepat..
Cinta hanya perlu di akui..
Suatu anugerah jika cinta itu berbalas.. tetapi jika cinta itu mungkin tidak berbalas, maka bersyukurlah karena kamu masih bisa merasakan indahnya Jatuh Cinta.. :) 









Kamis, 21 April 2016

Happy Kartini's Daaaayyyyy!!!!

"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi hal yang benar-benar bisa menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri" RA - Kartini

Masih dalam suasana Kartini-an, mari kita bahas sedikit pandangan issue Kartini di masa sekarang.
Siapa sih yang disebut Kartini di masa sekarang? Apakah semua wanita layak di sebut Kartini? Oh ya, tentu saja.

Wanita kerap kali dianggap sebagai makhluk lemah. Wanita dianggap tidak bisa bekerja sekeras dan sebaik Pria. Ah, siapa bilang?

Kebetulan, Ibu saya adalah seorang PNS. Beliau sudah bekerja kurang lebih 22 tahun sebagai PNS. Saya yakin, asam garam dunia pekerjaan sudah dilahap oleh beliau. Berangkat jam 7 pagi dan pulang sampai jam 5 sore - bahkan kadang lebih - beliau lakukan selama bertahun-tahun. Tugas dinas ke luar kota, dari pedalaman Papua sampai kota besar seperti Jakarta sudah beliau lakoni. Saya sendiri heran bagaimana beliau bisa sekuat itu? Apalagi menghadapi lingkungan yang notabene keras dan mengancam seperti itu?? kalau saya sih sudah lengser duluan.. haha

Sebenarnya untuk apa sih ibu itu bekerja? Memangnya gaji ayah kurang untuk menghidupi kami? Oh, tentu saja tidak. Puji Tuhan ayah tidak pernah kekurangan rejeki, dan ibu, kebetulan selalu menambah rejeki itu.
Lalu untuk apa? Gengsi? Biar tambah gaya dan berduit? Manaaa adaaa???? Ibu saya saja HPnya masih Nokia N-70 sampai sekarang.. haha..  Apa ya tujuannya ibu bekerja sekeras itu? Yep! Jawabannya adalah Kebutuhan. Bukan kekurangan materi, tetapi kebutuhan yang tidak pernah bisa kita duga.

Tahun 2010 lalu kalau tidak salah, ayah saya terkena serangan jantung koroner, dan harus pasang ring. Anda tahu biaya pasang satu buah ring saja, sudah cukup untuk membeli 5 buah laptop baru. sedangkan ayah saya, harus pasang 3 ring. Walahhhh.. bisa untuk beli 1 mobil ini.. Tetapi herannya, ibu dan ayah saya menyikapi dengan tenang. Mereka tidak ke-lempok-an untuk ke sana-sini meminjam uang. Mereka - ibu khususnya - memiliki tabungan yang cukup. Puji Tuhan, operasi saat itu berjalan lancar dan ayah saya sehat walafiat sampai saat ini. Saya tidak membayangkan apa yang terjadi pada ayah, kalau kami tidak punya kesempatan untuk mengoperasi beliau.. huhu

Saya jadi teringat perkataan seorang suster kepada saya "kamu perempuan nduk (nak-red), kamu harus bekerja supaya kalau satu jatuh, ada yang lain yang menopang" what the meaning of?? Ada satu pengalaman kenalan saya, saat itu suaminya dipecat dari pekerjaan, dan betapa beruntungnya isterinya bekerja (dulu oleh pria ini dilarang untuk bekerja). Bayangkan kalau tidak? Apa yang akan terjadi? Anak mereka masih kecil-kecil dan butuh biaya yang besar, mau mengandalkan pesangon?

Saya menulis ini bukan untuk merendahkan ibu rumah tangga.. apa saya gila?? haha.. bagaimanapun pekerjaan seorang ibu adalah yang paling mulia. Terlepas beliau bekerja untuk kantor ataupun melakukan aktifitasnya dirumah. saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman dan sedikit membuka wawasan saja. Ayah saya pribadi pernah bilang ke saya - catat! ini ayah saya sendiri yang bilang - "kamu jadi perempuan itu harus kerja, supaya kamu tidak bergantung sama orang lain. Supaya kamu tidak diinjak oleh laki-laki"
Nah! ayah saya saja sudah bilang begitu? itu artinya beliau ingin anak perempuannya ini supaya berpenghasilan sendiri dan mendapatkan hidup yang layak, dan tentunya tidak di-enyek oleh laki-laki. Lalu kenapa pula anaknya ini harus berfikir ingin stay saja di rumah??

Perdebatan tentang seorang wanita yang harus bekerja atau menjadi ibu rumah tangga, sampai saat ini masih sering sekali terjadi. Menurut saya itu adalah pilihan masing-masing orang. kita tidak bisa serta merta merubah cara pandang orang lain. Menjadi wanita karir itu baik, menjadi ibu rumah tangga juga baik. apalagi bisa menjalani ke-2-nya. wah, upahmu besar di Surga nak! hehe.. Tetapi kembali lagi itu adalah pilihan, dan pintar-pintarnya seorang perempuan untuk mengatur kehidupannya.


Saya yakin, banyak ibu rumah tangga saat ini yang hidupnya juga sangat bekecukupan. Terlepas dari suami yang bekerja, saat ini banyak usaha-usaha yang dapat dilakukan di rumah. Misalnya seperti  berjualan online, membuka pesanan kue, warung makan, dan lain sebagainya. Nah, ibu rumah tangga juga tidak mau kalah dong dengan wanita karir. Bahkan pasti ibu rumah tangga ini merasa bangga karena bisa bekerja sambil merawat anak,, hehe :P

Yang jelas, apapun pilihannya, seorang wanita tidak boleh kalah dengan keadaan. Menjadi Kartini tidak berarti harus berkarir tinggi, tidak pula menjadi ibu rumah tangga yang hanya diam saja dirumah. Kartini adalah berjuang untuk diri sendiri, menjadi panutan bagi anak-anak, memilih pilihan yang tepat untuk keluarga dan berani menghadapi segala resiko! GO GO KARTINI INDONESIA!!

Nb: Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dan menyinggung berbagai pihak. Baru belajar menulis :D  

Sabtu, 19 Maret 2016

Some how Love



Based on true story

“Iya Raya sayang, Selamat malam, Selamat tidur yaa.. J
Raya membaca pesan itu sekali lagi sambil tersenyum, entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Ia menutup ponselnya dan memutuskan untuk tidur sebelum menjadi lebih gila karena Rei. Ya, Rei yang mengirimkan pesan itu untuknya, entah apa maksud Rei memanggilnya ‘sayang’, tapi ada sesuatu yang bergejolak di perut Raya setiap kali Rei mengucapkan atau mengirimkan kata-kata semacam itu. Rei dan Raya sudah berteman dekat sekitar 1 tahun yang lalu, saat keduanya sama-sama terlibat dalam satu kegiatan UKM. Awalnya, Raya tidak memiliki perasaan apa-apa pada Rei, ia hanya menganggap cowok itu sebagai kakak dan tempat curhatnya, tidak lebih. Tapi entah sejak kapan, hubungan keduanya menjadi berbeda. Raya mulai sering cemburu mendengarkan Rei bercerita tentang gadis lain, dan Rei mulai bertingkah seperti ‘lebih dari teman’ Raya. Meskipun begitu, Raya selalu menikmati kebersamaannya bersama Rei. Ia selalu nyaman dan bahagia berada di dekat cowok itu. Hanya saja, Raya enggan mengakui bahwa ia punya perasaan lebih pada Rei. Ia takut ternyata ini hanya perasaan sesaat atau malah hanya perasaan sepihak. Bagaimana kalau sebenarnya Raya hanya sekedar terbiasa dengan kehadiran Rei dan tidak benar-benar menyukainya? Atau bagaimana jika ternyata Rei hanya menganggapnya adik? Bagaimana kalau Rei akan menjauh setelah ia tahu Raya menyukainya? atau bagaimana jika selama ini Rei hanya mempermainkan Raya? Atau.. atau.. dan masih banyak atau yang lain berkelebat dipikiran Raya, itu sebabnya ia tidak pernah bertanya atau mengungkapkan apapun pada Rey. Ia tahu itu mustahil untuk dia bersama dengan Rey. Benar-benar mustahil. 
“kok kamu mau sih Ray di gantungin gitu sama Rei? sampai kapan kamu mau diperlakukan dengan status nggak jelas begini?” kata Vita pada Raya. Vita adalah salah satu sahabat Raya. Vita tidak rela Raya diperlakukan seenaknya oleh Rei terus-menerus. Vita tahu bahwa sebenarnya Raya memiliki perasaan yang lebih pada Rei. Ia tahu kalau sebenarnya Raya sayang pada Rei lebih dari sekedar teman, atau kakak, atau sahabat. Ia menyanyangi Rei sebagai Laki-laki. Tetapi Vita tidak tahan pada tingkah laku Rei yang sepertinya hanya memberikan harapan palsu pada Raya. Ia memanggil Raya sayang, menggandeng tangan Raya, menemani Raya ke mana-mana, menceritakan setiap gadis yang dekat dengannya pada Raya. Apa-apaan ini?? Vita tidak tahan. Mendengar perkataan Vita, Raya terdiam beberapa saat sampai kemudian ia menatap Vita.
“Besok Vit, aku akan bertanya, aku akan ngungkapin semuanya”
“Ha? Maksud kamu? Ungkapin apa?”
“Ya semuanya, apa yang aku rasain, apa yang aku bingungkan. Semua yang tidak jelas ini”
“kamu serius??”
Raya mengangguk mantap. Dia sendiri sebenarnya sudah tidak tahan dengan sikap Rei. Ia bosan, ia bosan menjalani sesuatu yang tidak jelas dan tidak ada ujungnya ini. Ia harus mendapatkan kepastian, walaupun ia harus melukai harga dirinya.
 ***
“kita berjalan bersama, sebagai kakak dan adik..”
Rei tersenyum setelah mengatakan itu semua. Tadi, baru saja Raya bertanya sebenarnya apa arti hubungan mereka berdua. Dan itu adalah jawaban Rei, Kakak dan adik. Raya sempat terpaku pada pernyataan Rei. Entah kenapa, awalnya ia berharap Rei akan bilang bahwa ia menyukai Raya, menganggap Raya lebih dari sekedar teman, sahabat, adik. Tapi Raya seharusnya sudah tahu bukan? Seharusnya ia sadar, sampai kapanpun, Rei hanya akan menganggapnya adik. Raya sudah tahu ini akan terjadi, sambil menahan rasa sakit di hatinya, Raya tetap tersenyum.
“kalau begitu saatnya aku mundur bukan?”
“mundur? Mundur dari apa?” Rei tidak mengerti maksud Raya.
“ya mundur dari orang yang aku suka.. ingatkan? Aku pernah bilang aku menyukai seseorang dan aku mungkin akan mundur dari dia?” Raya tersenyum.
“jadi maksud kamu, selama ini.....”
Rei tertegun, jadi selama ini Raya menyukai dirinya? Yang dimaksud Raya selama ini Rei? Tapi kenapa? Kenapa Rei tidak menyadarinya? Gadis itu sudah bersamanya selama ini. Kenapa Rei tidak merasakan hal yang sama juga? Kenapa ia tidak menyukai gadis itu? Atau apakah sebenarnya Rei saja yang tidak mau mengakuinya?
***
Raya tiba di depan rumah kosnya hampir pukul 11 malam. Saat Raya hendak masuk, Rei memanggilnya, mengucapkan selamat ulang tahun dan memberinya sebuah kado. Raya tersenyum dan pamit untuk masuk pada Rei, ketika Rei sudah pergi ia bergegas masuk, sambil memeluk erat bungkusan dari Rei, ia menahan rasa yang sakit luar biasa. Air mata yang sejak tadi ia simpan tidak bisa di tahan lagi. Malam itu ia menangis, menangis sejadi-jadinya akibat luka yang ada di hatinya.
***
“Jadi?? Ini orang pada kontra lho kita jalan bareng kayak gini.. mereka nyuruh aku nyari orang lain aja..”
Rei menghela nafas. Dia bingung menghadapi pertanyaan Raya. Oke, Rei baru saja mengakui bahwa sebenarnya dia juga menyukai Raya. Sejak Raya mengungkapkan perasaannya, selama setahun ini Rei sudah berfikir dan berusaha untuk memahami perasaannya sendiri. Dan akhirnya, Rei sampai pada kesimpulan ia juga memiliki perasaan yang lebih pada Raya. Ia tahu, dan sadar. Hubungan mereka saat ini mengundang banyak sekali pendapat dari orang lain, dan melibatkan banyak emosi dari mereka berdua. Ia juga harus tegas pada dirinya sendiri dan Raya. Ia sebenarnya juga merasa kasihan dan bersalah pada gadis itu. Walaupun ia akan mundur saat ini, ia tahu orang yang paling terluka adalah Raya. Ia juga menyukai gadis itu bukan? 
“ya kamu sendiri gimana?” tidak ada jawaban dari orang yang di tanya.
“kalau perasaan kamu masih sama dan kalau kamu mau, ayo mulai saat ini kita jalani semua sama-sama. Kita mulai dari awal lagi sama-sama. Gimana? Kamu mau? Tidak ada jawaban. Tiba-tiba saja sebuah pelukan melingkar erat di pinggang Rei. “Iya, aku mau” J

Sabtu, 30 Januari 2016

First Love

Based on true story :D

Pernahkah jatuh cinta tapi terlambat mengungkapkan? Atau pernahkah kamu tidak bisa memiliki orang yang kamu cintai akibat kebodohanmu sendiri? Aku pernah. Oke, pernah artinya masa lalu. Yep! Saat ini aku memang sudah memiliki orang yang aku cintai (bukan dia yang “pernah” tentunya), tetapi terkadang mengingat masa lalu itu mengasyikan. Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti kekasihku saat ini, tapi yah.. Cinta pertama selalu mengukir kenangan tersendiri bukan?
Waktu itu aku baru kelas 1 SMA dan hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru. Aku masuk ke kelas dan duduk di bangku paling belakang. Aku duduk satu bangku dengan Fia, teman SMP-ku. Saat itu dia sedang mengobrol dengan teman-teman yang lain di luar kelas. Aku duduk sambil memperhatikan sekeliling kelas sambil sesekali mengobrol dengan teman-teman yang lain. Fia yang sedang berada di luar kelas tiba-tiba masuk karena guru kami sudah datang. Ia duduk di sebelahku, dan kemudian tiba-tiba mengatakan sesuatu, “ngga.. Lihat cewek yang di depan itu?” ia menunjuk seorang gadis yang rambutnya dikuncir dua. Aku menggeleng, aku memang tidak memperhatikannya sejak tadi. “gadis itu cakep lhoo..” katanya. “oh ya? Masa?” aku tidak percaya, tapi aku akui aku penasaran, aku berusaha melihatnya dengan baik, meskipun aku hanya bisa melihatnya dari samping. Tiba-tiba dia berbalik dan benar kata Fia, dia cantik. Oke, gadis paling cantik di sekolah yang aku lihat hari itu. Wajahnya mulus, kulitnya sawo matang, dia memakai kacamata dan senyumnya manis sekali. Ke dua ujung bibirnya tertarik ke atas dengan khas setiap kali dia tersenyum. Itu kali pertama aku tertarik dengan seorang gadis dan ingin mengenalnya lebih jauh. Aku benar-benar dibuat terpesona olehnya. Aku menghabiskan sisa hari itu untuk memperhatikannya. Namanya Tiara, teman-teman biasa memanggilnya ‘ara. Nama yang indah, sesuai sekali dengan orangnya.
***
Hari itu hari pertama Persami, camp Pramuka untuk penerimaan siswa baru. Aku dan teman-teman membawa barang-barang kami ke dalam tenda. Setelah selesai merapikan barangku, aku keluar untuk mencari udara segar, mataku menangkap sosok Tiara dan segera menghampirinya. “mau aku bantu?” tawarku saat melihat dia mengangkat semua barang-barangnya, dia terlihat ribet sekali. Tiara mendongak dan melihatku. Ia tersenyum, “boleh” ujarnya. Aku memilih tas yang kelihatannya paling berat dan paling membuatnya ribet. Ya, akhirnya aku berhasil mengenal dia lebih dekat. Selama 4 bulan itu, hubungan kami cukup dekat. Aku merasa nyaman sekali bisa mengobrol atau hanya sekedar bertemu dengannya. Di mataku, Tiara seorang yang baik dan pantas di kagumi. Tiara gadis yang simpel dan ramah, dia juga cukup cerdas, Tiara juga selalu nyambung kalau di ajak ngobrol, pokoknya aku suka sekali padanya, aku suka semua yang dia lakukan dan aku suka sekali caranya tersenyum, waktu itu.
Mungkin saat itu aku benar-benar sedang dimabuk Cinta sampai-sampai aku bahkan tidak sadar Tiara juga mudah sekali di sukai oleh orang lain. Namanya Erik. Dia anak seorang dokter yang cukup terkenal di kota itu, dia berpenampilan keren, banyak gadis yang menyukai dia. Tapi dia cuma menyukai 1 orang, Tiara. Hari itu dengan bantuan beberapa teman ia menyatakan perasaannya pada Tiara. Ia meminta Tiara untuk menjadi pacarnya, lalu Tiara menerimanya. Aku terlambat satu langkah, aku kalah cepat kali itu.
***
Pagi itu kelasku sedang pelajaran olahraga, seperti biasa kami menghabiskan jam pelajaran tersebut dilapangan. Guru kami sedang tidak masuk sehingga kami di beri kebebasan untuk melakukan olahraga apa saja asal tidak keluar dari sekolah dan tidak membahayakan bagi kami. Aku memilih bermain basket sesuai dengan kegemaranku. Selesai bermain basket, aku memutuskan untuk beristirahat sebentar dan duduk di pinggir lapangan. Semacam kebiasaan, aku mencari sosok Tiara, dan masih seperti biasa, dia sedang ngobrol bersama Erik. “Sabar ya Ngga..” tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, ternyata Fia. “kamu sih kalah cepat. Coba kalo kamu nembak duluan, pasti kamu yang jadian sama Tiara.“ Fia melanjutkan. “Ha? Maksudnya?” aku tidak mengerti. “Tiara itu juga suka sama kamu kok, cuma kamunya aja bego nggak nembak-nembak. Akhirnya ya dia milih Erik deh.” Fia mengatakan hal itu dan kembali bergabung dengan teman-temannya. Aku tertegun. Apa tadi yang di bilang Fia? Tiara juga menyukaiku? Yang benar saja? Aku hampir tidak percaya pada telingaku sendiri. Tiara juga menyukaiku? “Rangga?” tiba-tiba sebuah suara memecah pikiranku. Aku mendongak, rupanya Elisa. Dia tersenyum dan memberikan air mineral kepadaku. Elisa adalah murid baru di sekolahku dan saat ini aku sedang mendekatinya. Ya, Elisa adalah pelarian buat cintaku yang tidak terbalas, bahkan tidak pernah tersampaikan. Tapi meskipun aku sedang mengobrol dengan Elisa, tertawa bersama Elisa, mataku tetap tidak bisa lepas dari sosok Tiara. Aku benar-benar menyukai gadis itu.
***
“Aku suka sama kamu Tiara, mau jadi pacarku?” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Entah apa yang aku pikirkan. Apakah ini tindakan yang terlalu terburu-buru? pikirku. Tiara dan Erik putus sekitar 1 minggu yang lalu. Aku turut prihatin, walaupun tidak dipungkiri, aku juga senang. Senang karena masih ada kesempatan untuk mendekati Tiara, senang karena aku punya harapan untuk bersama Tiara, senang karena akhirnya aku bisa menyatakan perasaanku padanya. Tiara tertegun, dia tidak menjawab untuk beberapa lama. “Maaf ‘ngga, Tiara nggak bisa. Menurut Tiara kita lebih baik berteman saja, toh dengan begini nggak akan ada yang berubah kan? Lagi pula, Tiara rasa ini terlalu cepat. Maaf Rangga.” setelah berkata demikian, Tiara meninggalkan aku dan bergabung dengan teman-temannya. Aku diam, mencerna segala yang terjadi. Kalau saja aku bisa bersabar dan tidak terlalu terburu-buru, mungkin saja Tiara mau menerimaku bukan? Sebelumnya Fia bilang bahwa dia juga menyukaiku kan?. Tapi benar juga kata Tiara, dengan begini tidak ada yang berubah, aku tetap bisa mengaguminya, dan kami tetap bisa dekat sebagai teman baik.
Sejak itu, aku mulai mengontrol perasaanku pada Tiara dan mulai mengubah perasaan menyukai itu menjadi sebatas rasa kagum. Yah, saat aku pertama melihat Tiara, melakukan pendekatan pada Tiara, melihat dia menjadi milik orang lain, menggandeng tangan orang lain, tersenyum untuk orang lain, mungkin aku pernah menyesal kenapa bukan aku yang ada di posisi itu. Kenapa aku begitu pengecut sampai tidak berani menyatakan perasaanku dulu. Tapi semua itu sudah menjadi masa lalu. Aku sudah menyatakan apa yang aku rasakan dan akupun akhirnya tidak penasaran lagi dengan perasaan Tiara. Aku selalu berdoa untuknya, agar dia bahagia, begitupun denganku. Aku ingin kami berdua selalu bahagia, di jalan kami masing-masing.
***
“Sayaank..” sebuah ciuman lembut mendarat di pipiku. Aku menoleh, menatap Alexa, pacarku. Saat ini melihat dia tersenyum, tertawa dan bahagia untukku adalah hal yang lebih penting daripada sekedar mengingat Cinta Pertama. Smile

i say Hiii….!!!!!


Jadi ceritanya ini blog baru bikin, hehehe.. sebelumnya pernah bikin tapi ga jadi-jadi soalnya ga pernah di seriusin.. haha.. Sebenarnya bukan bermaksud akan men-serius-kan yang ini juga sihh.. tapi bolehlah yaa mungkin sekali2 produktif.. hehe. Blog ini isinya nggak penting2 banget siih.. cuma beberapa hal random yang iseng2 atau tepatnya nggak sengaja dibuat.. hahaa.. apapun isinya semoga nggak menyebabkan gangguan pada pencernaan, menyebabkan kantuk, kesedihan, kegalauan, atau kelaparan yaaa pada para pembaca.. haha,,enjoy lah! Open-mouthed smile