Pernahkah jatuh cinta tapi terlambat mengungkapkan? Atau pernahkah kamu tidak bisa memiliki orang yang kamu cintai akibat kebodohanmu sendiri? Aku pernah. Oke, pernah artinya masa lalu. Yep! Saat ini aku memang sudah memiliki orang yang aku cintai (bukan dia yang “pernah” tentunya), tetapi terkadang mengingat masa lalu itu mengasyikan. Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti kekasihku saat ini, tapi yah.. Cinta pertama selalu mengukir kenangan tersendiri bukan?
Waktu itu aku baru kelas 1 SMA dan hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru. Aku masuk ke kelas dan duduk di bangku paling belakang. Aku duduk satu bangku dengan Fia, teman SMP-ku. Saat itu dia sedang mengobrol dengan teman-teman yang lain di luar kelas. Aku duduk sambil memperhatikan sekeliling kelas sambil sesekali mengobrol dengan teman-teman yang lain. Fia yang sedang berada di luar kelas tiba-tiba masuk karena guru kami sudah datang. Ia duduk di sebelahku, dan kemudian tiba-tiba mengatakan sesuatu, “ngga.. Lihat cewek yang di depan itu?” ia menunjuk seorang gadis yang rambutnya dikuncir dua. Aku menggeleng, aku memang tidak memperhatikannya sejak tadi. “gadis itu cakep lhoo..” katanya. “oh ya? Masa?” aku tidak percaya, tapi aku akui aku penasaran, aku berusaha melihatnya dengan baik, meskipun aku hanya bisa melihatnya dari samping. Tiba-tiba dia berbalik dan benar kata Fia, dia cantik. Oke, gadis paling cantik di sekolah yang aku lihat hari itu. Wajahnya mulus, kulitnya sawo matang, dia memakai kacamata dan senyumnya manis sekali. Ke dua ujung bibirnya tertarik ke atas dengan khas setiap kali dia tersenyum. Itu kali pertama aku tertarik dengan seorang gadis dan ingin mengenalnya lebih jauh. Aku benar-benar dibuat terpesona olehnya. Aku menghabiskan sisa hari itu untuk memperhatikannya. Namanya Tiara, teman-teman biasa memanggilnya ‘ara. Nama yang indah, sesuai sekali dengan orangnya.
***
Hari itu hari pertama Persami, camp Pramuka untuk penerimaan siswa baru. Aku dan teman-teman membawa barang-barang kami ke dalam tenda. Setelah selesai merapikan barangku, aku keluar untuk mencari udara segar, mataku menangkap sosok Tiara dan segera menghampirinya. “mau aku bantu?” tawarku saat melihat dia mengangkat semua barang-barangnya, dia terlihat ribet sekali. Tiara mendongak dan melihatku. Ia tersenyum, “boleh” ujarnya. Aku memilih tas yang kelihatannya paling berat dan paling membuatnya ribet. Ya, akhirnya aku berhasil mengenal dia lebih dekat. Selama 4 bulan itu, hubungan kami cukup dekat. Aku merasa nyaman sekali bisa mengobrol atau hanya sekedar bertemu dengannya. Di mataku, Tiara seorang yang baik dan pantas di kagumi. Tiara gadis yang simpel dan ramah, dia juga cukup cerdas, Tiara juga selalu nyambung kalau di ajak ngobrol, pokoknya aku suka sekali padanya, aku suka semua yang dia lakukan dan aku suka sekali caranya tersenyum, waktu itu.
Mungkin saat itu aku benar-benar sedang dimabuk Cinta sampai-sampai aku bahkan tidak sadar Tiara juga mudah sekali di sukai oleh orang lain. Namanya Erik. Dia anak seorang dokter yang cukup terkenal di kota itu, dia berpenampilan keren, banyak gadis yang menyukai dia. Tapi dia cuma menyukai 1 orang, Tiara. Hari itu dengan bantuan beberapa teman ia menyatakan perasaannya pada Tiara. Ia meminta Tiara untuk menjadi pacarnya, lalu Tiara menerimanya. Aku terlambat satu langkah, aku kalah cepat kali itu.
***
Pagi itu kelasku sedang pelajaran olahraga, seperti biasa kami menghabiskan jam pelajaran tersebut dilapangan. Guru kami sedang tidak masuk sehingga kami di beri kebebasan untuk melakukan olahraga apa saja asal tidak keluar dari sekolah dan tidak membahayakan bagi kami. Aku memilih bermain basket sesuai dengan kegemaranku. Selesai bermain basket, aku memutuskan untuk beristirahat sebentar dan duduk di pinggir lapangan. Semacam kebiasaan, aku mencari sosok Tiara, dan masih seperti biasa, dia sedang ngobrol bersama Erik. “Sabar ya Ngga..” tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, ternyata Fia. “kamu sih kalah cepat. Coba kalo kamu nembak duluan, pasti kamu yang jadian sama Tiara.“ Fia melanjutkan. “Ha? Maksudnya?” aku tidak mengerti. “Tiara itu juga suka sama kamu kok, cuma kamunya aja bego nggak nembak-nembak. Akhirnya ya dia milih Erik deh.” Fia mengatakan hal itu dan kembali bergabung dengan teman-temannya. Aku tertegun. Apa tadi yang di bilang Fia? Tiara juga menyukaiku? Yang benar saja? Aku hampir tidak percaya pada telingaku sendiri. Tiara juga menyukaiku? “Rangga?” tiba-tiba sebuah suara memecah pikiranku. Aku mendongak, rupanya Elisa. Dia tersenyum dan memberikan air mineral kepadaku. Elisa adalah murid baru di sekolahku dan saat ini aku sedang mendekatinya. Ya, Elisa adalah pelarian buat cintaku yang tidak terbalas, bahkan tidak pernah tersampaikan. Tapi meskipun aku sedang mengobrol dengan Elisa, tertawa bersama Elisa, mataku tetap tidak bisa lepas dari sosok Tiara. Aku benar-benar menyukai gadis itu.
***
“Aku suka sama kamu Tiara, mau jadi pacarku?” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Entah apa yang aku pikirkan. Apakah ini tindakan yang terlalu terburu-buru? pikirku. Tiara dan Erik putus sekitar 1 minggu yang lalu. Aku turut prihatin, walaupun tidak dipungkiri, aku juga senang. Senang karena masih ada kesempatan untuk mendekati Tiara, senang karena aku punya harapan untuk bersama Tiara, senang karena akhirnya aku bisa menyatakan perasaanku padanya. Tiara tertegun, dia tidak menjawab untuk beberapa lama. “Maaf ‘ngga, Tiara nggak bisa. Menurut Tiara kita lebih baik berteman saja, toh dengan begini nggak akan ada yang berubah kan? Lagi pula, Tiara rasa ini terlalu cepat. Maaf Rangga.” setelah berkata demikian, Tiara meninggalkan aku dan bergabung dengan teman-temannya. Aku diam, mencerna segala yang terjadi. Kalau saja aku bisa bersabar dan tidak terlalu terburu-buru, mungkin saja Tiara mau menerimaku bukan? Sebelumnya Fia bilang bahwa dia juga menyukaiku kan?. Tapi benar juga kata Tiara, dengan begini tidak ada yang berubah, aku tetap bisa mengaguminya, dan kami tetap bisa dekat sebagai teman baik.
Sejak itu, aku mulai mengontrol perasaanku pada Tiara dan mulai mengubah perasaan menyukai itu menjadi sebatas rasa kagum. Yah, saat aku pertama melihat Tiara, melakukan pendekatan pada Tiara, melihat dia menjadi milik orang lain, menggandeng tangan orang lain, tersenyum untuk orang lain, mungkin aku pernah menyesal kenapa bukan aku yang ada di posisi itu. Kenapa aku begitu pengecut sampai tidak berani menyatakan perasaanku dulu. Tapi semua itu sudah menjadi masa lalu. Aku sudah menyatakan apa yang aku rasakan dan akupun akhirnya tidak penasaran lagi dengan perasaan Tiara. Aku selalu berdoa untuknya, agar dia bahagia, begitupun denganku. Aku ingin kami berdua selalu bahagia, di jalan kami masing-masing.
***
“Sayaank..” sebuah ciuman lembut mendarat di pipiku. Aku menoleh, menatap Alexa, pacarku. Saat ini melihat dia tersenyum, tertawa dan bahagia untukku adalah hal yang lebih penting daripada sekedar mengingat Cinta Pertama.
0 komentar:
Posting Komentar